Indonesia dalam Republik Wayang Karya N. Riantiarno: Wajah Kehidupan Sosial, Budaya, dan Politik Masa Reformasi (2001‒2014)
DOI:
https://doi.org/10.21009/Arif.032.01Keywords:
orde baru, punawakan, reformasi, relasi kuasa, wayangAbstract
Artikel ini bertujuan membahas dinamika sosial, budaya, dan politik di Indonesia dalam empat drama karya N. Riantiarno, yaitu “Republik Bagong” (2001), “Republik Togog” (2004), “Republik Petruk” (2009), dan “Republik Cangik” (2014). Keempat karya drama itu terdapat pada buku Republik Wayang (2016). Setiap karya menggunakan cerita wayang yang berkorelasi dengan situasi dan kondisi Indonesia pada masa Reformasi (2001—2014), yang erat kaitannya dengan dinamika sosial, budaya, dan politik. Pembahasan terhadap keempat drama menggunakan konsep struktural genetik yang membahas konektivitas antara teks sastra dengan berbagai peristiwa faktual dalam pada masa Reformasi sehingga tergambar relasi lintasan sejarah penting dalam kurun waktu masa reformasi itu di dalam teks sastra. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa di dalam keempat karya itu para tokoh panakawan menyuarakan realita sosial, budaya, dan politik di Indonesia antara tahun 2001--2014; tokoh punakawan dipakai sebagai simbol stereotip suara rakyat jelata, merepresentasikan para pengabdi yang kritis untuk menanggapi berbagai fenomena praktik relasi kuasa dalam kehidupan sosial, budaya, dan politik yang terbangun di masa Reformasi setelah runtuhnya Orde Baru.
References
London:Verso (translation editor: Ronald Taylor).
Aston, Elaine. (1995). An Introduction to Feminism and Theatre. London: Routledge.
Foucault, M. (1980). Power/Knowledge: Selected Interview and Writings 1972--1977. (ed.
Colin Gordon). New York: Patheon Books.
Glover, David and Cora Kaplan. (2000). Genders. London: Routledge.
Groenendael dan Victoria M.C.V. (1987). Dalang di Balik Wayang. Jakarta: Pustaka Umum
Grafiti
Hardjowirogo.(1982). Sejarah Wayang Purwa. Jakarta: Balai Pustaka.
Jefferson, Ann and David Robey (ed.) (1988). Teori Kesusastraan Modern: Pengenalan
Secara Perbandingan. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. (terj. Mokhtar Ahmad dari Modern Literary: A Comparative Introduction. (London, 1982).
Mills, Sara. (2003). Michael Foucault. (Routledge Critical Thinkers). New York: Routledge.
Pratiwi, Gustyanita. (2014), “N. Riantiarno Selalu Selipkan Wayang di Tiap Maha
Karyanya,” dalam https://swa.co.id/swa/trends/management/n-riantiarno-selalu-
selipkan-wayang-di-tiap-maha-karyanya.
Riantiarno, N. (2016). Republik Wayang. Jakarta: Grasindo.
Siswanto, Nurdin. (2018), “Perubahan dan Perkembangan Panakawan dalam Pewayangan,”
dalam Corak, Jurnal Seni Kriya, Vol. 7, No.1, Mei-Oktober 2018,
https://journal.isi.ac.id
Sumardjo. Jakob. (1992). Perkembangan Teater Modern dan Sastra Drama Indonesia.
Bandung: Penerbit PT Citra Aditya Bhakti.
Tanudjaja, Bing Bedjo. (2022), “Punakawan sebagai Subculture dalam Cerita Wayang
Mahabharata,” dalam Jurnal Desain Komunikasi Visual Nirmala, Vol. 22, No. 1,
Januari 2022, hl. 52-68, DOI: 10.9744/nirmana.22.1.52-68,
https://nirmana.petra.ac.id//
Yoesoef, M. (1998), “Citra Semar dalam Peta Sosial, Politik, dan Budaya Indonesia Masa
Kini: Kajian atas Novel Semar Mencari Raga dan Drama Semar Gugat karya N.
Riantiarno,” dalam https://lib.ui.ac.id/detail?id=76378&lokasi=lokal
Yoesoef, M. (2010), “Nilai-nilai Ideologi dan Sikap Kepengarangan: Sebuah Kajian atas
Sastra Drama karya N. Riantiarno,” Makalah dipresentasikan dalam Seminar
Antarbangsa Kesusastraan Asia Tenggara (SAKAT) 2010, Majelis Kesusastraan Asia
Tenggara (Mastera), Hotel Santika, Jakarta, 27—28 September 2010.
Yoesoef, M. (2014),” Membaca Punakawan,” Makalah dipresentasikan dalam Seminar
Internasional Semiotik, Pragmatik, dan Kebudayaan dengan tema “Peran Semiotik
dan Pragmatik dalam Memaknai Kebudayaan Global dan Lokal,” di Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 17 Juni 2014.