ONOMATOPE DALAM MASYARAKAT DESA ADAT KASEPUHAN CIPTAGELAR SUKABUMI JAWA BARAT

  • Aulia Rahmawati unj
  • Krisanjaya Universitas Negeri Jakata
  • Asep Supriyana Universitas Negeri Jakata
Keywords: desa adat, Kasepuhan Ciptagelar, onomatope

Abstract

Indonesia sangat kaya dengan sumber daya alam juga adat dan budaya karena terdapat banyak suku yang hidup berdampingan di dalamnya. Kekayaan adat dan budaya Indonesia ini wajib dijaga dan dipertahankan sebagai warisan leluhur. Hal inilah yang diyakini masyarakat desa Adat Kasepuhan Ciptagelar dengan memegang teguh budaya tradisi leluhur. Muhammad Mahdi berpendapat bahwa masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar mampu mengendalikan terjangan arus modernisasi filter nilai adat yang terlestarikan di lingkungan masyarakat Adat melalui bahasa. Bahasa adalah lambang bunyi yang digunakan oleh anggota masyarakat dalam berinteraksi, berkomunikasi, bahasa juga dapat mengidentifikasi seseorang. Bahasa juga sebagai karakteristik dalam suatu budaya tertentu. Onomatope adalah suatu penamaan benda atau perbuatan dengan peniruan bunyi yang diasosiasikan dengan benda atau perbuatan itu. Onomatope memiliki sifat arbitrer. Pada setiap bahasa, tiruan bunyi yang digunakan adalah yang didengar oleh penutur asli bahasa tersebut namun dalam bahasa lain, tiruan bunyi tersebut sulit diprediksi. Sebab hal ini berkaitan dengan kesepakatan masyarakat bahasa sebagai pengguna di suatu wilayah tersebut. Dengan kata lain, onomatope di suatu tempat, belum tentu memiliki penamaan bahkan makna yang sama di tempat lain. Salah satu jenis onomatope yang ditemukan dalam masyarakat adat kasepuhan Ciptagelar adalah bunyi peristiwa alam sekitar /suara-suara alam yang merupakan tiruan yang dihasilkan oleh alam, seperti suara debur ombak, desis angin, suara hujan dan lain-lain. Adapun onomatope tersebut yaitu Ngahiliwir, Ngepris, Ngagebrét, Keclak, Gumuruh, Ngarekét.

Published
2022-12-29