Sragen di Masa Revolusi: Dampak Sosial dan Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia di Surakarta, 1944-1949
Keywords:
Social Impact, Revolution, SragenAbstract
This article aims to explain about Sragen which was originally part of the Swapraja Surakarta then opted out of the Swapraja Surakarta bond after the Proclamation of Independence and become part of the Central Government of the Republic of Indonesia, and explain about social impact and process of the revolution as a result of events that occurred in Sragen and surrounding areas.Based on the results of this study, it can be concluded that among the big cities in Central Java, such as Surakarta and Semarang, Sragen is considered a small city. Sragen can be said as a city that follows the events that occurred in Surakarta. Sometimes, even Sragen people refer to themselves as Surakarta or Solo people. This shows that Sragen in the sense of mentality is still rooted in the big city which is the center of its culture, Surakarta. This also happened in the early independence period where most everything that happened in Sragen was a result of the turmoil that occurred is Surakarta. The social upheavals that emerged showed that the Indonesian revolution was not only a form of the struggle of the Indonesian nation to maintain its new identity, but also contains social problems in it.
Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan tentang Sragen yang awalnya merupakan bagian dari Swapraja Surakarta yang kemudian memilih keluar dari ikatan Swapraja Surakarta setelah Proklamasi Kemerdekaan dan menjadi bagian dari Pemerintah Pusat Republik Indonesia, serta menjelaskan dampak sosial dan proses jalannya revolusi akibat dari adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi di wilayah Sragen dan sekitarnya.Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa di antara kota-kota besar yang tersebar di Jawa Tengah seperti, Surakarta dan Semarang, Sragen dianggap sebagai kota kecil. Sragen dapat dikatakan sebagai kota yang mengekor kepada apa yang terjadi di Surakarta. Bahkan orang Sragen sendiri kadang menyebut diri mereka sebagai orang Surakarta atau Solo. Hal ini menunjukkan bahwa Sragen dalam artian mentalitas masih menginduk kepada kota besar yang menjadi sentral kebudayaannya yaitu, Surakarta. Hal ini juga yang kemudian terjadi pada masa awal kemerdekaan di mana kebanyakan setiap hal yang terjadi di Sragen merupakan akibat dari gejolak yang terjadi di Surakarta. Pergolakan-pergolakan sosial yang muncul memperlihatkan bahwa revolusi Indonesia tidak hanya merupakan bentuk perjuangan bangsa Indonesia mempertahankan identitas barunya tetapi, juga mengandung permasalahan-permasalahan sosial di dalamnya.